Rabu, 29 Februari 2012

Tragedi Tiga Babak


Judul: Three Act Tragedy -Tragedi Tiga Babak
Penulis: Agatha Christie
Penerjemah: Mareta
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 288
ISBN: 9789792229714

Hercule Poirot, banyak orang tahu, adalah sosok detektif yang mengandalkan sel kelabu di otaknya, untuk memecahkan masalah. Berbeda dengan detektif lain, yang mengandalkan keahlian pencarian jejak fisik bekas terjadinya permasalahan, tetapi memilih untuk mengandalkan keahlian berpikirnya. Meskipun demikina, kerapkali penyelesaian kasus oleh dia sangat gemilang.

Kali ini Poirot menghadapi masalah, ketika diundang dalam sebuah pesta oleh Sir Charles Cartwright, seorang pensiunan aktor drama, dimana salah satu tamunya, pendeta Babbington yang dikenal baik dan tidak memiliki masalah, meninggal mendadak. Di tengah kesimpangsiuran penyebab kematian pendeta Babbington, terjadi kematian dari teman Cartwright, Sir Bartholomew Strange, seorang dokter syaraf terkenal, pada pestanya yang tamu-tamunya sendiri adalah tamu yang diundang pada pesta Cartwright. Kali ini, penyebab kematian Strange terang benderang, yaitu teracuni nikotin cair. Gemas dengan kematian sahabatnya, Cartwright bersama Mr. Satterthwaite dan Miss Lytton Gore, yang juga hadir pada kedua pesta yang berakhir mengenaskan tersebut, mengadakan penyelidikan mencari pembunuh dr. Strange dan pendeta Babbington, yang akhirnya diketahui penyebab meninggalnya: sama-sama teracuni nikotin.

Di tengah jalan, Poirot bergabung untuk membantu mereka. Namun di tengah penyelidikan, muncul satu pembunuhan kembali. Dan lengkaplah tiga babak tragedi pembunuhan yang diduga dilakukan oleh orang yang sama. Dan seperti biasa, penyelesaian kasus oleh Poirot sangat unik, tak hanya sering mengecoh pembacanya, tetapi juga mempermainkan perasaan tokoh-tokoh dalam buku. Unik dan tak lekang oleh zaman. Dan ini yang menurut saya, menjadikan Agatha Christie bisa menjadi favorit bertahun-tahun sampai sekarang.

Review ini dilakukan bersama BBI buku karya Agatha Christie, ratu novel misteri pada 29 Februari 2012.

Senin, 06 Februari 2012

Rumah Arwah


Judul: Rumah Arwah - The House of The Spirits
Penulis: Isabel Allende
Penerjemah: Ronny Agustinus
Halaman: 600
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9789792259131


















Selama ini, saya tidak pernah menyentuh sastra amerika latin, karena berpikir akan kesulitan apabila menghadapi buku dengan latar belakang yang asing. Apalagi genre-nya belum pernah dinikmati. Selama ini sentuhan saya dengan daerah latin ini hanya berkisar pada permainan sepakbola dan sempat beberapa kali menyaksikan telenovela latin.

Namun review teman-teman komunitas goodreads yang menilai baik, bahkan beberapa buku dirating bagus, pada kesempatan meminjam buku, saya sempatkan meminjam salah satu sastra latin, berjudul Rumah Arwah ini.

Kesulitan pertama, tentu saja mengingat nama-nama khas latin. Jarang mendengar nama-nama tersebut, tapi enaknya ketika membaca ini, nama latin yang ada tidak terlalu banyak dan tak terlalu mirip, seperti yang saya bayangkan semula, sehingga masalah dengan nama pun tidak terlalu menganggu. Tapi hentakan awal lansung terlihat, melihat suasana magis yang kental terasa di bagian awal, genrenya saja adalah magick realism, kadang kita mendapat cerita meja berkaki tiga yang bergoyang, bicara dengan arwah, dan ramal meramal, yang dilakukan oleh Clara Trueba.

Menceritakan tentang keluarga Trueba, di mana kehidupan Esteban Trueba memegang kunci jalannya cerita. Segala tindak tanduk Esteban mempengaruhi kehidupan keluarganya. Sampai timbul kebencian dari keluarga Trueba kepada Esteban, meskipun ada kecintaan. Dan dari situ cerita mengalir pada berbagai aspek kehidupan, dari ekonomi, politik, maupun keadaan sosiologi kehidupan rakyat, yang sebenarnya sesuai dengan kehidupan nyata di Amerika Selatan. Aspek-aspek inilah yang menguatkan nilai novel ini.

Saya angkat jempol kepada mas Ronny, sang penerjemah, berani memakai kata-kata yang tak umum dipakai dalam bahasa. Dan secara keseluruhan, buku ini termasuk enak dibaca (saya sendiri butuh waktu hanya 2 setengah hari). Akhirnya, saya telah membaca satu buku bagus lagi. Gracias.

Sabtu, 04 Februari 2012

Smart Patient


Judul: Smart Patient: Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas
Penulis: Agnes Tri Harjaningrum
Editor: Rini Nurul Badariah, Nurhadiansyah
Penerbit: Lingkar Pena Publishing House
Halaman: 214
ISBN: 9786028851305













"Dokter = penyebab kematian nomor 3 di Amerika!" (halaman -65-).
Dokter Agnes Tri Harjaningrum, boleh saja heran, bagaimana huisart (dokter keluarga) di Belanda tidak memberikan obat apa pun kepada anaknya saat menderita demam, tapi justru karena itulah, dia semakin tersadar akan pentingnya Rational Use of Medicine, yang berarti apa yang selama ini terjadi dalam pengobatan di masyarakat kita adalah 'irasional', kalau nggak pasien yang berobat harus pulang dengan membawa obat di tangan, atau dokter yang selalu memberikan obat, meskipun dalam kasus tidak dibutuhkannya obat sama sekali.

Buku ini, membuat kita belajar dari sistem pelayanan kesehatan di Belanda, dimana dokter hanya bisa didatangi dengan perjanjian terlebih dahulu -teman saya seorang WN Belanda sering menulis status di akun FBnya tentang membuat perjanjian dengan dokter pribadinya sekalipun-, ketimbang di Indonesia, dokter yang laris diantri sampai puluhan bahkan ratusan pasien dalam sehari, mengakibatkan si dokter tidak bisa optimal dalam pelayanannya. Jangan lupa, dokter pun adalah manusia biasa, itu salah satu pegangan dalam buku ini, yang ditekankan oleh penulis.

Catatan yang diberikan sangat informatif, pembaca pun tidak perlu pusing dnegan istilah ilmiah, karena penulis sudah membuat buku panduan yang cocok dengan orang awam yang minim informasi tentang dunia medis, ditambah logika yang masuk di akal pembaca. Tentu saja peranan editing yang baik, ikut mempengaruhi bagusnya buku ini.

Salah satu alasan yang membuat saya menilai sebuah buku adalah bagus, adalah memberikan manfaat untuk pembacanya, dan percayalah, buku ini sudah memberikannya.

Jumat, 03 Februari 2012

Sebatang Pohon Tumbuh di Brooklyn


Judul: Sebatang Pohon Tumbuh di Brooklyn (A Tree Grows in Brooklyn)
Pengarang: Betty Smith
Penerjemah: Rosemary Kesauly
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 664
ISBN: 9789792264920







Terkesiap. Ya, saya terkesiap setelah membaca buku ini. Dalam pengantar buku ini Anna Quindlen menggambarkan bahwa buku ini tidak akan menarik dari segi sastra, tapi kehebatan novel ini adalah pada deskripsi-deskripsinya. Novel ini menggambarkan kehidupan. Tak akan ada kejadian yang menghebohkan karena novel ini mengisahkan bagaimana tumbuhnya seorang gadis, Frances "Francie" Nolan, dengan kemiskinan yang melatarbelakanginya. Dan itu yang memang kita dapatkan di novel ini. Saya setuju dengan Quindlen, deskripsi-deskripsi yang kuat menjadi kekuatan sekaligus keindahan novel ini.

Kisah ini hidup, karena memang isinya sebagian besar nyata di kehidupan sekitar kita. Francie Nolan, adalah anak keturunan dari imigran yang datang ke Amerika Serikat untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Bersama adiknya, Neeley, tinggal di Brooklyn di masa tahun 1900-an, latar belakang novel ini, dia hidup dengan kehidupan sosial penuh kemiskinan. Johnny, ayah mereka, sosok yang tampan, rapi, dan sayang kepada Francie. Tetapi ia tidak memiliki pekerjaan tetap dan sering menghabiskan waktu dengan bermabuk-mabukkan. Ibunya, Katie Nolan sosok yang cantik, baik, ingin agar anak-anaknya maju, pekerja keras, namun di mata Francie, lebih menyayangi Neeley ketimbang Francie. Dan yang pasti kehidupan Brooklyn, di tengan kemiskinan, ternyata tidak mencerminkan Amerika modern dimana dari pandangan awam mayoritas penduduknya kaya raya, minim kejahatan terjadi dan demokrasi terjaga dengan baik, tapi mungkin lebih mirip dengan kehidupan di Indonesia. Bagaimana Francie menjalani hidupnya, dengan batasan kemiskinan, menjadi inti dari buku ini. Frase-frase kehidupan Francie yang penuh kontemplatif, serasa menguatkan jiwa kita sebagai pembaca.

Banyak kejadian yang Francie alami, yang merupakan cerminan kekuatan novel ini dengan hikmah-hikmah hidup. Misalkan ketika dia beranjak dewasa di umur 13. Salah satu tetangga Francie, bernama Joanna, memiliki bayi yang cantik. Sayangnya, sang bayi dilahirkan tanpa melalui ikatan pernikahan resmi antara sang ibu dan ayah kandungnya. Meskipun sudah bersikap ramah kepada ibu-ibu di lingkungan sekitar, cemoohan justru yang didapatkan oleh Joanna. Klimaknya pada suatu saat, di mana Joanna mengangin-anginkan bayinya di suatu siang, cemoohan itu berkembang menjadi lemparan batu kepada Joanna, sampai justru lemparan batu itu melukai sang bayi. Perenungan akan kejadian itu membuat Francie berpikir:
Kebanyakan wanita punya satu persamaan: mereka merasakan sakit luar biasa saat melahirkan. Seharusnya ini menjadi pengikat yang menyatukan mereka semua; seharusnya mereka menyayangi dan melindungi satu sama lain di dunia-pria. Tapi tidak demikian. Rupanya rasa sakit melahirkan yang luar biasa telah menciutkan hati serta jiwa mereka. Mereka hanya bersatu untuk satu hal: untuk menyerang wnaita lain... entah dngan melempar batu atau dengan gosip yang kejam. Sepertinya itulah satu-satunya kesetiaan yang mereka miliki. (hal. 320)
Menginjak pada profil Betty Smith di bagian akhir buku ini, kita bisa mendapatkan kisah yang mirip dengan kehidupan Francie. Seolah-olah, apa yang dialami Francie terasa kuat, mungkin karena sang pengarang sendiri seperti mengisahkan perjalanan hidupnya. Berkeyakinan pada perenungannya:
Hidup, berjuang, jatuh cinta pada hidup -jatuh cinta pada segala hal dalam hidup, kesenangan atau kesedihan- itulah kepuasan. (hal 655)

mungkin itulah, yang membuat apa yang ditulis oleh Betty Smith, membuat kita jatuh cinta pada kehidupan kita.