Jumat, 03 Februari 2012

Sebatang Pohon Tumbuh di Brooklyn


Judul: Sebatang Pohon Tumbuh di Brooklyn (A Tree Grows in Brooklyn)
Pengarang: Betty Smith
Penerjemah: Rosemary Kesauly
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 664
ISBN: 9789792264920







Terkesiap. Ya, saya terkesiap setelah membaca buku ini. Dalam pengantar buku ini Anna Quindlen menggambarkan bahwa buku ini tidak akan menarik dari segi sastra, tapi kehebatan novel ini adalah pada deskripsi-deskripsinya. Novel ini menggambarkan kehidupan. Tak akan ada kejadian yang menghebohkan karena novel ini mengisahkan bagaimana tumbuhnya seorang gadis, Frances "Francie" Nolan, dengan kemiskinan yang melatarbelakanginya. Dan itu yang memang kita dapatkan di novel ini. Saya setuju dengan Quindlen, deskripsi-deskripsi yang kuat menjadi kekuatan sekaligus keindahan novel ini.

Kisah ini hidup, karena memang isinya sebagian besar nyata di kehidupan sekitar kita. Francie Nolan, adalah anak keturunan dari imigran yang datang ke Amerika Serikat untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Bersama adiknya, Neeley, tinggal di Brooklyn di masa tahun 1900-an, latar belakang novel ini, dia hidup dengan kehidupan sosial penuh kemiskinan. Johnny, ayah mereka, sosok yang tampan, rapi, dan sayang kepada Francie. Tetapi ia tidak memiliki pekerjaan tetap dan sering menghabiskan waktu dengan bermabuk-mabukkan. Ibunya, Katie Nolan sosok yang cantik, baik, ingin agar anak-anaknya maju, pekerja keras, namun di mata Francie, lebih menyayangi Neeley ketimbang Francie. Dan yang pasti kehidupan Brooklyn, di tengan kemiskinan, ternyata tidak mencerminkan Amerika modern dimana dari pandangan awam mayoritas penduduknya kaya raya, minim kejahatan terjadi dan demokrasi terjaga dengan baik, tapi mungkin lebih mirip dengan kehidupan di Indonesia. Bagaimana Francie menjalani hidupnya, dengan batasan kemiskinan, menjadi inti dari buku ini. Frase-frase kehidupan Francie yang penuh kontemplatif, serasa menguatkan jiwa kita sebagai pembaca.

Banyak kejadian yang Francie alami, yang merupakan cerminan kekuatan novel ini dengan hikmah-hikmah hidup. Misalkan ketika dia beranjak dewasa di umur 13. Salah satu tetangga Francie, bernama Joanna, memiliki bayi yang cantik. Sayangnya, sang bayi dilahirkan tanpa melalui ikatan pernikahan resmi antara sang ibu dan ayah kandungnya. Meskipun sudah bersikap ramah kepada ibu-ibu di lingkungan sekitar, cemoohan justru yang didapatkan oleh Joanna. Klimaknya pada suatu saat, di mana Joanna mengangin-anginkan bayinya di suatu siang, cemoohan itu berkembang menjadi lemparan batu kepada Joanna, sampai justru lemparan batu itu melukai sang bayi. Perenungan akan kejadian itu membuat Francie berpikir:
Kebanyakan wanita punya satu persamaan: mereka merasakan sakit luar biasa saat melahirkan. Seharusnya ini menjadi pengikat yang menyatukan mereka semua; seharusnya mereka menyayangi dan melindungi satu sama lain di dunia-pria. Tapi tidak demikian. Rupanya rasa sakit melahirkan yang luar biasa telah menciutkan hati serta jiwa mereka. Mereka hanya bersatu untuk satu hal: untuk menyerang wnaita lain... entah dngan melempar batu atau dengan gosip yang kejam. Sepertinya itulah satu-satunya kesetiaan yang mereka miliki. (hal. 320)
Menginjak pada profil Betty Smith di bagian akhir buku ini, kita bisa mendapatkan kisah yang mirip dengan kehidupan Francie. Seolah-olah, apa yang dialami Francie terasa kuat, mungkin karena sang pengarang sendiri seperti mengisahkan perjalanan hidupnya. Berkeyakinan pada perenungannya:
Hidup, berjuang, jatuh cinta pada hidup -jatuh cinta pada segala hal dalam hidup, kesenangan atau kesedihan- itulah kepuasan. (hal 655)

mungkin itulah, yang membuat apa yang ditulis oleh Betty Smith, membuat kita jatuh cinta pada kehidupan kita.

3 komentar:

  1. aaargghh.. pingin banget baca buku inii.. tiap ke gramed pasti cuma pegang-pegang doank. habis mahal.. T_T

    BalasHapus
  2. bagus ko, rating di goodreads juga tinggi

    BalasHapus