Kamis, 31 Mei 2012

Balzac dan Si Penjahit Cilik dari Cina

Judul: Balzac dan Si Penjahit Cilik dari Cina
Penulis: Dai Sijie
Penerjemah: Lulu Wijaya
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 240
ISBN: 978792219975 

Siapakah Balzac? Sebelumnya saya malah tidak tahu siapakah dia. Tapi setelah membaca buku ini, saya dapati Balzac adalah salah satu novelis barat populer. Apa kaitannya Balzac dengan seting buku ini? 

Buku ini mengkisahkan kehidupan dua pemuda, "Aku" dan Luo, sepasang sahabat, pemuda terdidik yang "diasingkan" melalui "pendidikan ulang", sebuah program besar-besaran yang dilakukan oleh Mao Zedong di tahun 1971, dimana kaum inteletual muda dikirimkan ke desa-desa pelosok untuk "dididik ulang oleh para petani miskin". Tokoh "aku" dan Luo, dikirimkan ke sebuah daerah pegunungan bernama Burung Hong dari Langit, dimana jarak ke kota terdekat, Yong Jing, baru bisa tercapai jika ditempuh dengan perjalanan darat selama dua hari. 

Apa hubungannya dengan Balzac dan penjahit cilik. Penjahit cilik adalah putri seorang penjahit keliling yang sangat populer di kawasan tersebut, mengingat hanya dialah satu-satunya penjahit di gunung tersebut. Penjahit cilik adalah putri tunggalnya yang memiliki kecantikan luar biasa. Balzac dikaitkan dengan penjahit cilik, ketika "Mata Empat", sahabat "aku" dan Luo yang juga melaksanakan program pendidikan ulang tapi di desa berbeda. Berbeda dengan tokoh "aku" dan Luo yang adalah anak dari dokter, Mata Empat adalah putra dari seorang penyair. Maka tak heran apabila Mata Empat menurunkan sifat membaca buku dari orangtuanya, yang sayangnya di saat itu, buku-buku yang dikoleksi adalah buku-buku yang dilarang oleh pemerintahan Mao. Beberapa di antaranya adalah buah tangan Balzac. Terpesona oleh karya Balzac, Luo berusaha mengubah penjahit cilik, dengan cara menceritakan isi buku-buku terlarang tersebut. Semenjak itu Luo semakin dekat dengan si penjahit cilik. Dan perubahan itu dialami oleh si penjahit cilik. Mengapa buku menjadi sesuatu yang dilarang oleh dinasti Mao? Dari membaca buku ini, kita bisa mengetahui, bahwa buku bisa mempengaruhi pikiran sesorang, bahwa buku bisa "menggerakkan", justru hal seperti itu yang ditakuti oleh kebanyakan pemerintah otoriter.

Pada awal membaca, saya sempat suka cara bertutur dari si penulis. Sayangnya di pertengahan buku, saya menjumpai beberapa bab, yang berpaling dari sudut pandang "aku" menjadi sudut pandang yang berbeda (Bab 16 memakai sudut pandang tukang giling; Bab 17 diambil sudut pandang Luo; dan Bab 18 dari sudut pandang si penjahit cilik), juga cerita dari ketiga sudut pandang tersebut "melompat jauh" dari cerita sebelumnya. Ditambah rasanya beberapa kisah terlalu aneh untuk terjadi, meskipun masih mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Juga sepertinya bacaan ini ditujukan untuk kalangan dewasa, tapi sayang covernya menggambarkannya lain, lebih mirip menunjukkan romantis biasa. 

Tapi cerita yang mengalir lancar, juga terjemahannya yang bagus ditambah informasi tentang China di awal 1970-an menjadikan buku ini amat menarik, khususnya bagi pengkaji sastra serius. Apalagi dengan buku ini kita bisa mengenal kekayaan sastra dunia, khususnya dari kawasan Eropa. Jenis huruf yang besar memanjakan mata. Sebagai alternatif bacaan, layak untuk dibaca.

Ah, saya ingin membaca karya-karya Balzac.

Rabu, 30 Mei 2012

Manxmouse

Judul: Manxmouse
Penulis: Paul Gallico
Penerjemah: Maria Masriani Lubis
Penerbit: Mahda
Jumlah Halaman: 227
 ISBN: 9786029706734

"Kalau begitu, aku harus pergi dan mencari kucing Manx, di manapun dia dan berhadapan langsung dengannya, tak peduli apa pun yang terjadi, dan tidak perlu takut." [Halaman 183]
Membaca Manxmouse, berarti kita harus membuka mata terhadap keanehan-keanehan yang akan kita jumpai dalam kisah ini, barulah kita akan meraskan asyiknya buku ini. Manxmouse sebenarnya adalah tikus dengan warna biru, tanpa ekor, berkaki kangguru, dan berkuping kelinci. Dia tercipta secara tidak sengaja, ketika Tiddly, seorang pengrajin keramik dari desa Buntingdowndale, yang hanya ingin membuat keramik tikus, terinspirasi untuk membuat patung tikus yang paling sempurna dan paling indah, namun yang didapatkanlah hanyalah sosok Manxmouse yang bisa hidup (mirip dengan kisah pinokio, bukan?).

Alhasil, manxmouse yang tercipta, mengelana ke berbagai tempat. Dalam perjalanannya ia bertemu Clutterbumph, sosok pembuat takut, burung pemangsa kapten pilot Hawk, si gajah bintang film Nelly, seorang gadis, Burra Khan, harimau sirkus yang melarikan diri, sampai pemilik toko hewan yang licik, Mr. Smeater. Dari petualangannya tersebut, Manxmouse mendapati bahwa jalan hidupnya telah ditentukan dengan pada hari akhir dia akan menjadi santapan dari Manxcat. 

Animasi Manxmouse oleh Nippon Animation
Cover cetakan pertama Manxmouse
Meskipun agak heran dengan jenis fantasy termaktub di buku ini, lama kelamaan saya bisa asyik mengikuti perjalanan si Manxmouse. Bagaimana dia ditakut-takuti oleh Clutterbumph, menikmati terbang bersama pilot Hawk, sampai menikmati pesta makanan di tempat syuting si Nelly. Ditambah dengan terjemahan dan ilustrasi yang cantik, saya merasakan nilai lebih dari sekedar ceritanya. Tak heran, buku ini menjadi salah satu favorit JK Rowling, penulis mahakarya Harry Potter.

Takdir, bukan sesuatu yang harus ditakuti. Bagaimana pun takdir hanyalah suatu kepastian, apakah kita mendapatkan hasil yang baik atau buruk. Sepantasnyalah kita menghadapinya dengan usaha terbaik, itu pesan moral yang saya dapat dari buku ini. Akhir kisah yang didapati oleh Manxmouse adalah karena tak kenal menyerah akan takdir buruk.

Sumber gambar:
1. Nippon Animation, http://www.nipponanimation.com/catalogue/027/index.html
2. The Literature of Paul Gallico, http://www.paulgallico.info/manxmouse.html

Rabu, 23 Mei 2012

Gadis Pantai

Judul: Gadis Pantai
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Editor: Joesoef Isak
Penerbit: Hasta Mitra
Jumlah Halaman: 232
ISBN: -

Ini buku Pram kedua yang saya baca setelah Larasati. Buku ini mengkisahkan sosok gadis pantai dari kampung nelayan, yang menikah dijodohkan dengan seorang Bendoro. Gadis pantai yang semula hidup sederhana, membantu menumbuk udang, menjadi Mas Nganten, yang dihormati. Sang gadis pantai akhirnya merasa kehilangan identitas kampungnya. Setelah melahirkan anak dari Bendoro, yang ternyata berjeniskelamin perempuan, sang Gadis Pantai harus merasakan jahatnya si Bendoro, diceraikan dan dilarang membawa anaknya pergi.

Saya tertarik akan kisah ini, membaca review teman-teman yang menyukai buku ini, beberapa bahkan menyebut buku ini lebih baik ketimbang Tetralogi Buru. Secara penulisan, mungkin saya kurang sreg dengan pembuatan alur dari Pramoedya. Kisahnya menarik, memang. Tapi ini bukan buku bagus yang biasanya bis amembuat saya cepat membacanya. Meski demikian, pengangkatan kisah feodalisme di tanah Jawa yang diangkat oleh Pram, bisa memukau saya.

Saya juga agak heran, dengan sosok Bendoro di kisah ini. Tak pernah memberikan kejelasan kepada istrinya, apa yang dia kerjakan. Yang ada hanyalah pergi dan pergi saja, selama beberapa hari. Tindakannya mengusir pembantu tua, juga patut dipertanyakan. Apalagi menceraikan istrinya, hanya karena melahirkan anak perempuan? Seolah-olah tindakan mengusir Gadis Pantai di kala membaca kitab hadits sangat absurb. Islam tidaklah mengajarkan demikian. Seolah-olah ketika Sang Bendoro menanyakan perlunya dibuat sekolah mengaji di kampung halaman sang Gadis Pantai, kesan munafik ditampilkan begitu dia menceraikan sang gadis Pantai. Atau memang hal seperti itu yang benar-benar terjadi di Jawa selama itu? Setidaknya saya tidak pernah mendapat cerita itu dari kakek nenek saya.

3,5 rating saya berikan untuk buku ini. Atas kisah yang luar biasa, namun feel bacaan yang belum saya dapat mengurangi penilaian saya.

Selasa, 22 Mei 2012

The Sign of Four

Judul: The Sign of Four (Empat Pemburu Harta)
Penulis: Arthur Conan Doyle
Penerjemah: Sendra B. Tanuwidjaja
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 213
ISBN: 9789792283020
"Otakku, tidak puas dengan berdiam diri. Beri aku masalah, beri aku pekerjaan, beri aku sandi yang paling rumit, atau analisis yang paling berkelit-kelit dan aku akan kembali menjadi diriku yang semula." [Sherlock Holmes, halaman 7]
Sherlock Holmes, seorang detektif konsultan fiktif karya Arthur Conan Doyle, bertempat tinggal di Baker Street 221B, kota London pada akhir abad 19. Dalam menganalisis permasalahan yang dia hadapi, sering dibantu oleh temannya Dr. Watson, seorang pensiunan perang Afghanistan. Holmes selama ini terkenal sebagai detektif yang mengandalkan keahlian deduktifnya, mampu menyelesaikan masalah dengan sangat mengejutkan. 

Kali ini Holmes, didatangi oleh Miss Morstan, putri seorang kapten Inggris, namun kehilangan sang ayah. Kasus yang dilaporkan oleh Miss Morstan, berkaitan dengan surat-surat misterius yang dia terima. Berbekal surat yang ada, Holmes bersama Watson dan Miss Morstan menemui Mr Thaddeus Sholto, dan didapati bahwa saudara Thaddeus, Bartholomew, berhasil menemukan harta karun peninggalan ayah Sholto bersaudara, Mayor John Sholto, yang sebenranya hak kepemilikannya terbagi dua bersama ayah Miss Morstan, Kapten Morstan.

Namun ketika berangkat menuju kediaman Bartholomew, ternyata didapatkan bahwa Bartholomew baru saja tewas, tertusuk paser beracun. Dan dengan sigap Holmes menyelidiki pembunuhnya sampai diketahui bahwa sang pembunuh telah kabur dengan kapal sewaan. Bagaimana Holmes berhasil menangkap sang penjahat diceritakan dengan sangat apik dalam buku ini. Tentu saja dengan pameran keahlian Holmes dalam berdeduksi, menyamar, dan mengerahkan pasukan detektif cilik, laskar jalanan Baker Street, akhirnya dapat ditangkap sang pelaku kejahatan.

Meskipun buku ini bukan karya terbaik Holmes, menurut saya, saya masih bisa terkejut-kejut dengan hebatnya analisis Holmes. Di bagian awal saja, Holmes berhasil melakukan analisis terhadap jam milik Watson, hanya dengan mengamatinya saja, sudah bisa menyimpulkan jejak kepemilikan jam tersebut sampai ke karakteristik kehidupannya. Dan itu dihasilkan dari seni deduksi yang khas. Beberapa peneliti sudah ada yang mencoba mengkonsepkan dan menganalisis teori deduksi Holmes, salah satunya bisa dikunjungi di situs ini.

Bagi saya, Holmes adalah karya detektif no. 1. Ketenangan, kecermatan, dan keterampilan yang dimiliki tiada duanya. Kita mungkin meremehkan sebuah informasi yang muncul di surat kabar, tetapi bagi Holmes, itu bisa saja menjadi sumber pengetahuan yang penting. Tak heran, seringkali Holmes menggunakan kumpulan artikel dari surat kabar yang ia kumpulkan menjadi buku, sebagai referensi dalam penyelidikannya. Selain itu otaknya tak bisa dibiarkan diam, kerapkali untuk membuang waktu, ia sering melakukan percobaan kimia, atau memainkan biola klasiknya. Sosok Holmes seperti inilah yang menjadikan dia benar-benar sosok detektif murni, ketimbang misalkan Poirot yang "lebih santai" dalam beraksi namun hasil analisanya mengejutkan.
Holmes, unik namun kemampuan deduksi yang dimilikinya luar biasa.

#PostingBareng dalam memperingati Ultah Sir Arthur Conan Doyle, 22 Mei 1859 dan lomba #SherlockQuest di blog bacaklasik


Selasa, 15 Mei 2012

Larasati

Judul: Larasati
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Jumlah Halaman: 180
ISBN: 9789799731296
 
Buku ini adalah buku Pramoedya pertama yang saya baca, setelah memenangkan buku ini gratis dari Goodreads Indonesia dalam rangka baca bersama buku fiksi di bulan April 2011. Agak kaget dengan penulisan Pram, yang langsung melaju cepat di bagian awal, dengan stau tokoh sentral, Larasati, dilingkari oleh berbagai tokoh dan karakteristik. 

Larasati, atau Ara, adalah bintang di masa yang tidak tepat. Dia bintang film terkenal, tapi seting roman ini adalah masa-masa pergerakan revolusi. Di mana, apa pun yang dilakukan oleh Ara, benar-benar bermata dua. Karena dia berada di antara dua kutub, orang-orang pro revolusi maupun pro penjajah. Dan Ara sendiri memilih utuk hidup sebagai pro revolusi dan menjadikan Revolusi sebagai impiannya. Dengan impiannya itu, ia memilih untuk hidup di lingkungan rumah ibunya, di Jakarta, yang merupakan daerah kekuasaan penjajah ketimbang hidup lebih nyaman di Yogya, daerah yang dimiliki oleh tentara nasional pada saat itu.

Ara bergerak dalam pusaran waktu, ketika dia mendapat kunjungan seorang tentara muda di penginapan, mendapatkan pengalaman tak enak di stasiun dan penjara, sampai harus dicurigai sebagai antek NICA oleh pasangan kakek nenek tetangga ibunya. Begitu waktu bergulir, Ara mendapatkan rasa takut ketika merasakan sendiri bagaimana rasa mengalami pertempuran. Juga mendapatkan dia dalam saat-saat bersama Jusman, laki-laki arab yang hanya bertindak atas nafsu kepada Ara, yang harus berakhir justru di saat impiannya terwujud, revolusi.

Untuk merasakan bagaimana gambaran hidup di era perjuangan revolusi, Pram menggambarkannya kepada kita dengan baik, dengan alur yang cepat berjalan di awal dan tengah cerita dan tiba-tiba melambat di akhir cerita, cukup menarik.