Selasa, 14 April 2015

Anak Semua Bangsa

Judul: Anak Semua Bangsa
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Editor: Astuti Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Cetakan:  13, September 2011
Jumlah Halaman: 540
ISBN: 9789799731241

Sesudah kehilangan Annelies, kehidupan Minke berubah total, menjadi terpuruk. Menulis pun sudah tak mau ia lakukan. Beruntung dorongan kuat dari sang mertua, Nyai Ontosoroh, serta sahabatnya Jean Marais, dia mulai berkeinginan untuk menulis lagi. Persentuhannya dengan tokoh pergerakan dari China, Khouw Ah Soe, membuat dia memiliki kesadaran.

Namun apa yang dia tuliskan, kehidupan petani sawah yang terampas hak kepemilikan sawahnya oleh pabrik gula di Tulangan, Sidoarjo ternyata mengakibatkan pertentangan. Di sinilah Minke mulai tergerak untuk memperjuangkan bangsanya sendiri.
“Dengan rendah hati aku mengakui, aku adalah bayi semua bangsa dari segala jaman, yang telah lewat dan yang sekarang. Tempat dan waktu kelahiran, orangtua, memang hanya satu kebetulan, sama sekali bukan sesuatu yang keramat”
 

Sebenarnya kisah Minke di seri ke-2 tetralogi Bumi Manusia ini sangat sederhana. Awalnya saya merasa jenuh. Namun kekuatan Pram mengolah kata membuat buku ini akhirnya membius saya ketika membaca di sebagian akhir buku ini. Mengesankan, bahwa awalnya Minke belum menyadari potensi dari pergerakan di tanah Hindia. Namun cerita tentang negara tetangga Filipina, bisa membuat Minke tergerak.

Bagaimana pembentukan Minke menjadi sosok yang tergerak inilah merupakan bagian yang sangat bagus. Mengajak kita untuk berpikir. Apalagi memang sekarang pun Indonesia serasa masih berada di bawah telapak "penjajah". Masihkah kita berharap untuk membawa Indonesia ke jajaran bangsa-bangsa berkelas di dunia?

Sebuah karya berharga, menurut saya. Setelah Bumi Manusia, buku ini kembali membuat saya terpesona akan Pram. Untuk bisa bangkit, tentu saja Indonesia bisa berkaca dari pergulatan Minke, salah satu episode kehidupan bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar